A. Definisi Salaf
Menurut bahasa (etimologi), Salaf (اَلسَّلَفُ) artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu .
Menurut istilah (terminologi), Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari umat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah I, sebagaimana sabda Rasulullah r :
صحيح البخاري - (ج 9 / ص 133/ 2458) و صحيح مسلم - (ج 12 / ص 357/ 4600) : عَنْ عَبْدِ اللَّهِ t عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ )خَيْرُ النَّاسِ قَرْ نِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُو نَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُو نَهُمْ .... (
(SHAHIH BUKHARI No.2458 ; SHAHIH MUSLIM No. 4600) : Dari 'Abdullah Bin Mas’ud t dari Nabi r bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah orang-orang yang hidup pada zamanku (generasiku) kemudian orang-orang setelah mereka kemudian orang-orang setelah mereka. ….".
Menurut al-Qalsyani : “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi r dan menjaga sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani nabiNya dan menegakkan agamaNya”[2]
Syaikh Mahmud Ahmad Khalafi berkata di dalam kitabnya, al-Aqiidatul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah : “Penetapan istilah Salaf tidak cukup hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk). Barang siapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Quran dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in”.[3]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyun karena mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in yang lurus. Kemudian setiap orang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka di sepanjang masa dan mereka juga disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber’aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya). Yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Jadi pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah r dan para Sahabat sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.[4]
B. Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mereka yang menempuh seperti apa yang ditempuh oleh Rasulullah r dan para sahabatnya. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba (mengikuti) Sunnah Nabi r dan para sahabatnya.
As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk. [5]
Sedangkan menurut ulama ‘aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah r dan para sahabatnya, baik tentang ilmu, ‘itiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.[6]
Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al Hanbali (wafat th. 795 H) :” As-Sunnah ialah jalan yang di tempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi r dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa ‘itiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi salaf terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H), Imam al-Auzai (wafat th. 157 H) dan Imam Fudhail bin Iyadh (wafat th 187 H).” [7]
Adapun disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.[8]
Al-Jama’ah menurut ulama ‘aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in serta orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.[9]
Imam Abu Syammah asy-Syafi’i (wafat th. 665 H) berkata : “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan kebenaran sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah r dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka”. Sebagaimana yang di ucapkan oleh Ibnu Mas’ud t [10] :
اَلْجَمَاعَةُ مَا وَ افَـقَ الْحَـقَّ وَ اِنْ كُنْتَ وَحْدَ كَ
“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian”
Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti sunnah Nabi r dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam agama. Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah r dan mengikuti Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar, dan Ahlul Ittiba’, ada juga sebutan lain al Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapat pertolongan Allah I), dan Ghurabaa’ (orang asing).
Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapat pertolongan Allah I), Rasulullah r bersabda :
صحيح البخاري - (ج 11 / ص 472/ ح 3369) و صحيح مسلم - (ج 10 / ص 40/ ح 3548) :عن مُعَاوِيَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ r يَقُولُ ) لاَ يَزَ الُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَ لَهُمْ وَ لاَ مَنْ خَا لَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَ هُمْ عَلَى ذَ لِكَ(
(SHAHIH BUKHARI NO. 3369 ; SHAHIH MUSLIM NO. 3548) : Dari Mu'awiyah berkata, aku mendengar Nabi r bersabda: "Senantiasa akan ada dari ummatku, (sekelompok) ummat yang tegak di atas urusan agama Allah, tidak dapat membahayakan mereka orang yang menghina mereka dan tidak pula orang yang menyelisih mereka hingga datang ketetapan Allah atas mereka dan mereka dalam keadaan seperti itu (tetap tegak dalam urusan agama Allah) ".
Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah r bersabda :
صحيح مسلم - (ج 1 / ص 350/ح 208) : عَنْ أَبِي هُرَ يْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ) بَدَ أَ اْلإِسْلاَ مُ غَرِيبًا, وَ سَيَعُودُ كَمَا بَدَ أَ غَرِ يبًا, فَطُوبَى لِلْغُرَ بَاءِ(
(SHAHIH MUSLIM NO 208) : Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah r bersabda: "Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah al-Ghurabaa’ (orang-orang yang terasing)."
Sedangkan al-Ghurabaa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash t ketika suatu hari Rasulullah r menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa’, beliau r bersabda :
مسند أحمد - (ج 13 / ص 400/ ح 6362) : عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي قَالَ قَالَ r ).......طُوبَى لِلْغُرَ بَاءِ فَقِيلَ مَنْ الْغُرَ بَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُ نَاسٌ صَالِحُونَ فِي أُ نَاسِ سُو ءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ(
(MUSNAD AHMAD NO. 6362) : Dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash t berkata; suatu hari ketika kami sedang berada bersama Rasulullah r, beliau bersabda: "Beruntunglah orang-orang yang asing." Maka ditanyakan kepada beliau; "Siapakah orang-orang asing itu wahai Rasulullah?" Beliau r menjawab: "Orang-orang shalih yang berada di tengah-tengah orang-orang jahat yang banyak, yang mengingkari mereka jumlahnya lebih banyak daripada yang menta'ati mereka."
Rasulullah r juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa’ :
)اَ لَّذِ يْنَ يُصْلِحُونَ عِندَ فَسَادِ النَّاسِ(
“Yaitu orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah rusaknya manusia”[11]
Dalam Riwayat lain disebutkan :
سنن الترمذي - (ج 9 / ص 219 / ح 2554) : ) الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي(
“Yaitu orang-orang yang memperbaiki sunnahku (Sunnah Rasulullah r) sepeninggalku sesudah dirusak oleh manusia”
Penyebutan al Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapat pertolongan Allah I), dan Ghurabaa’ (orang asing), Ahlul Hadits, Ahlul Atsar, dan Ahlul Ittiba’ dan Ahlus Sunnah merupakan penyebutan yang populer dan diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti : “Abdullah Ibnul Mubarak, ‘Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan, dll.[12]
Istilah penyebutan Ahlus Sunnah wal Jama’ah sering disebutkan bahkan diikuti oleh ulama salaf diantaranya : (1). Ayyub as-Sikhtiyani (wafat th 131 H); (2). Sufyan ats-Tsaury (wafat th. 161 H) ; (3). Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H) ; (4) Abu ‘Ubaid al Qasim bin Sallam (wafat th. 224 H) ; (5). Imam Ahmad bin Hanbal ( wafat th. 241 H) (6) Imam Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat th. 310 H) ; (7) Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi (wafat th. 321 H)[13]
[1] Lisanul ‘Arab, (VI/331 ) karya Ibnu Manzhur (wafat 711 H).
[2] Al Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/11), diambil dari buku rujukan : Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 35, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[3] Al Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/13-14) dan al-Wajiiz fii ‘Aqiidah Salafush Shalih (hal 34), diambil dari buku rujukan : Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 35, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[4] Lihat Mauqiif Ahlis Sunnah wal Jama’ah min ahlil Ahwaa’ wal Bida’ (I/63-64) karya Syaikh Dr Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili, diambil dari buku rujukan : Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 35, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[5] Lisanul ‘Arab, (VI/399 ) karya Ibnu Manzhur (wafat 711 H).
[6] Buhuuts fii ‘Aqidah Ahlis Sunnah (hal 16)
[7] Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 37, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[8] Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wak Jama’ah fil ‘Aqidah ; Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 37, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[9] Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 37, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[10] Beliau adalah sahabat Nabi r, nama lengkapnya ‘Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hadzali, Abu ‘Abdirrahman, pimpinan Bani Zahrah. Beliau masuk Islam pada awal-awal Islam di Makkah, yaitu ketika Sa’id bin Zaid dan istrinya Fathimah binti al-Khaththab masuk Islam. Beliau melakukan 2 kali hijrah, ikut serta peran r g Badar dan perang lainnya. Beliau termasuk orang yang paling ‘alim tentang Al-Quran dan tafsirnya sebagaimana telah diakui oleh Nabi . Beliau dikirim oleh Umar bin al-Khaththab t ke Kuffah untuk mengajar kaum muslimin dan diutus oleh Utsman t ke Madinah. Beliau t wafat tahun 332 H. Lihat al-Ishaabah (II/368 no. 4954), diambil dari Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 37, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[11] HR. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykil Aaatsar (II/170 no. 6650), al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (no. 173) dari sahabat Jabir bin Abdillah. Hadits ini shahih li ghairihi karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykilil Aatsar (II/170-171) dan Silsilatul Ahaadits Ash-Shahiihah (no. 1273), diambil dari Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 39, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[12] Ahlul Hadiits Humuth Thaa-ifah al-Manshuurah karya Syaikh Dr Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, diambil dari Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 40, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
[13] Yazid bin Abdul Qadir Jawas : “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, hal. 42-43, cet. 7, Pustaka Imam Syafe’i, 2009, Bogor.
Posting Komentar